Kamis, 31 Mei 2012


TuGAS MATA KULIAH IFU

SEJARAH

lambang bakosurtanal

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, terdapat banyak jawatan pengukuran, yang kemudian dijadikan satu badan, disebut dengan Permante Kaarterings-Commissie (Komisi Tetap untuk Pemetaan), pada tahun 1938.
Kenyataannya, badan tersebut tidak dapat memenuhi harapan semula. Melalui Gouvernements Besluit van 17 January 1948 (Keputusan Pemerintah No. 3 tanggal 17 Januari 1948), komisi itu dibubarkan dan dibentuk Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezen in Nederlands Indies (Dewan dan Direktorium untuk Pengukuran dan Pemetaan Hindia Belanda). 
Setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, pemerintah membubarkan Raad en Directorium voor het Meet en Kaarteerwezwn (Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1951), selanjutnya membentuk Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Badan ini memiliki pola organisasi yang sama seperti bentukan Hindia Belanda. Dewan bertugas membuat kebijakan dan pengambilan keputusan, sedangkan pelaksananya adalah Direktorium. 
Di lain pihak, dibentuk pula Panitia ‘Pembuatan Atlas Sumber-sumber Kemakmuran Indonesia’, dengan tugas menunjang rencana pembangunan nasional. Panitia ini berada di bawah Biro Ekonomi dan Keuangan - Menteri Pertama. Pada tahun 1964, status Panitia Atlas ditingkatkan menjadi Badan Atlas Nasional (Batnas), berdasarkan Keputusan Kabinet Kerja No. Aa/D57/1964, yang ditandatangani oleh Wakil Perdana Menteri II, Ir. Chaerul Saleh.
Kinerja Dewan dan Direktorium dinilai Presiden Soekarno, lamban dan koordinasinya tidak berfungsi, hingga akhirnya dibubarkan dan dibentuk organisasi berbentuk komando, yaitu Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) serta Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal), melalui Keppres No. 263 tahun 1965 tanggal 2 September 1965. 
Hingga peristiwa G-30-S/PKI 1965, Desurtanal dan Kosurtanal belum bekerja sebagaimana mestinya. Maka secara khusus untuk survei dan pemetaan nasional dibentuk organisasi baru yang disebut BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 
BAKOSURTANAL dibentuk berdasar Keppres No. 63 tahun 1969 tanggal 17 Oktober 1969 (diperingati sebagai ulang tahun BAKOSURTANAL). 
Pertimbangan pembentukan BAKOSURTANAL, yaitu: 
  1. Perlu adanya koordinasi dalam kegiatan dan pelaksanaan tugas surta (survei dan pemetaan) sehingga dapat tercapai adanya effisiensi serta penghematan pengeluaran keuangan negara; 
  2. Terkait dengan itu, dalam rangka penertiban aparatur pemerintahan, dipandang perlu untuk meninjau kembali kedudukan tugas dan fungsi badan-badan yang melakukan kegiatan surta untuk dipersatukan dalam suatu badan koordinasi surta nasional.
Dengan dibentuknya BAKOSURTANAL maka badan-badan yang masih ada seperti Desurtanal serta Badan Atlas Nasional dibubarkan dan fungsi-fungsi kedua badan tersebut ditampung BAKOSURTANAL.
Hingga kini BAKOSURTANAL telah dipimpin oleh 5 kepala (dulu ketua), yaitu : Ir. Pranoto Asmoro (1969-1984), Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, M.Sc. (1984-1993), Dr. Ir. Paul Suharto (1993-1999), Prof. Dr. Ir. Joenil Kahar (1999-2002),  Ir. Rudolf Wennemar Matindas, M.Sc. (2002-2010), dan Dr. Asep Karsidi, M.Sc. (2010-sekarang). 
Di antara masa itu, badan koordinasi ini pernah berkantor di beberapa tempat berbeda. Pada awalnya di Jalan Wahidin Sudirohusodo I/11, dan Jalan Merdeka Selatan No. 11, pernah pula di Gondangdia, dan terakhir (hingga sekarang) di Kompleks Cibinong Science Center.

TUGAS DAN FUNGSI

Tugas:
BAKOSURTANAL mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang survei dan pemetaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi:
  1. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang survei dan pemetaan;
  2. pembangunan infrastruktur data spasial nasional;
  3. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BAKOSURTANAL;
  4. pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang survei dan pemetaan nasional;
  5. pelaksanaan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.
Bakosurtanal turut serta dalam pencarian jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100.

LOKASI JATUHNYA PESAWAT SUKHOI


Senin, 27 Juni 2011

PENAMBANGAN PASIR GALUNGGUNG SERTA DAMPAK BAGI LINGKUNGAN SEKITARNYA

ABSTRAK

            Pasir gunung api merupakan bahan lepas berukuran pasir yang dihasilkan pada saat gunung api meletus. Komposisi mineralogy pasir gunung api tidak jauh berbeda dengan komposisi batuan atau magma asal. Pada saat gunung api meletus material yang dilontarkan ukurannya sangat bervariasi mulai dari bongkah sampai ukuran pasir. Pada umumnya suatu letusan yang mendadak sangat kuat akan membentuk suatu kaldera yang sangat luas, misalnya G. Bromo di Jawa Timur, G. Galunggung di Jawa Barat dan G. Agung di Bali. Letusan Galunggung memuntahkan material vulkanik dengan kuantitas yang sangat besar, sebagian besar material vulkanik galunggung adalah berupa pasir. Pasir adalah salah satu material pembentuk beton, dimana beton dapat dimanfaatkan sebagai perkerasan jalan dan bahan bangunan. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengkaji potensi pasir di Gunung Galunggung dan dampak eksploitasi serta eksplorasi material vulkanik tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN
            Gunung Galunggung merupakan gunung api kategori strato (gunung api mirip kerucut) dengan ketinggian 2.167 meter di atas permukaan laut (dpl) atau sekitar 1.820 meter diatas dataran Tasikmalaya. Dalam sejarahnya, gunung yang menempati areal sekitar 275 kilometer ini pernah meletus beberapa kali. Pertama kali dicatat pada tanggal 18 Oktober 1882 dan terakhir kali pada tanggal 5 April 1982. Letusan Gunung Galunggung yang berangsur-angsur ini menyebabkan terbentuknya Perbukitan Sapuluhrebu di Tasikmalaya. Perbukitan Sapuluhrebu ini diduga hasil dari erupsi Gunung Galunggung. Bukit-bukit ini tentunya mengandung banyak pasir yang bernilai ekonomi.
            Kini Bukit Sapuluhrebu menjadi perdebatan karena penambangan pasir di bukit-bukit Sapuluhrebu, satu sisi dimanfaatkan bagi pembangunan tapi di sisi lain banyak orang yang menentang karena dampak yang ditimbulkan tidak baik yaitu rusaknya daerah resapan air dan hilangnya vegetasi yang bisa mendinginkan suhu udara serta masalah komplek lainnya yang akan saya bahas.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pasir Gunung
Kualitas pasir gunung sangat ditentukan oleh pola aliran dan pengangkutan sedimen. Tempat-tempat dimana terjadi turbulensi, pencucian pasir akan terjadi, sehingga ditempat tersebut kualitas pasir dianggap baik. Demikian juga, ukuran butir pasir sangat ditentukan oleh kecepatan aliran. Walaupun demikian sesuai dengan konsep transportasi sedimen makin jauh dari sumber sedimen ukuran butir makin halus dan seragam.
Tempat Diketemukan
Pasir gunung api merupakan produk vulkanisme, dengan demikian pasir gunung api didapatkan di sekitar gunung api baik yang aktivitasnya terjadi pada jaman Tersier maupun Kuarter. Bebebrapa tempat yang telah diusahakan oleh masyarakat antara lain :
·         Jawa Barat: Sungai Cikunir, Gunung Galunggung (Tasikmalaya), Cicurug Leles (Kab.Garut), Desa Cipeundeug (Kab.Subang), Komplek Legok (Kab.Kuningan), Desa Lebak Mekar (Kab.Cirebon)
·         Jawa Tengah: Gunung Merapi, Gunung Muria (Kudus)
·         Jawa Timur; Gunung Bromo

Teknik Penambangan
Teknik penambangan pasir gunung api disesuaikan dengan jenis endapan, produksi yang diinginkan dan rencana pemanfaatannya. Oleh sebab itu, teknik penambangan yang akan diuraikan menunjuk pada pekerjaan kasus sebagai berikut :
·         Endapan gunung api Kuarter/Resen
Pada jenis endapan ini, tanah penutup belum terbentuk. Endapan didapatkan sepanjang alur sungai. Keadaan endapan yang masih lepas, teknik penambangan permukaan dengan alat sederhana antara lain dengan pemilihan endapan secara selektif. Hasil yang diperoleh diangkut dengan truk untuk dipasarkan. Dengan cara penambangan seperti ini jumlah produksi sangat terbatas. Apabila diinginkan produksi dalam jumlah banyak, penggalian dengan showel dan backhoe dapat dilakukan. Pemilahan besar butir (untuk memisahkan ukuran pasir dan ukuran kerikil dapat dilakukan secara semi mekanis dengan memakai saringan pasir). Hasil yang sudah dipisahkan kemudian dinaikkan ke truk ungkit dengan showel, untuk selanjutnya dikirim ke tempat penimbunan diluar alur sungai. Ditempat ini truk pengangkut siap untuk mengirim ke konsumen. Cara penambangan seperti ini telah dilakukan di Sungai Boyong, Gunung Merapi dan Sungai Cikunir, Gunung Galunggung.

B.     Eksplorasi dan Eksploitasi Pasir Gunung Galunggung
Letusan Gunung Galunggung antara 5 April 1982 hingga Januari 1983 menghasilkan deposit pasir dalam jumlah yang sangat banyak. Bertepatan dengan letusan itu, Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan fisik, seperti jalan Tol dan jembatan layang, terutama di Jakarta. Potensi deposit pasir yang begitu besar kemudian dilirik oleh sejumlah pengusaha swasta untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yang depositnya bisa ditambang dan diangkut selama sepuluh tahun. Namun pada kenyataannya eksploitasi pasir galunggung tidak hanya berhenti disitu saja, tetapi berlanjut sampai ke tempat yang tidak semestinya dilakukan penambangan, seperti di Desa Sukarindik, Kecamatan Bungursari Tasikmalaya.
Eksploitasi dilakukan secara berlebihan dengan tidak memperhatikan tingkat kelayakan dari suatu bukit yang akan dikeruk tanahnya. Jadi cara mengetahui kelayakan bukit tersebut adalah dengan mengeruknya terlebih dahulu, kemudian apabila dilihat tidak layak atau kurang bagus, maka pengerukan dihentikan dan berpindah ke bukit yang baru. Sehingga, banyak bukit yang bolong-bolong dan sudah tentu mengurangi fungsinya sebagai bukit yang seharusnya menjadi daerah resapan air, penyejuk udara serta habitat bagi makhluk hidup lainnya.

Dampak Eksploitasi Pasir bagi Masyarakat
Siapa sangka bahwa pada tanggal 5 April 1982 yang dikira oleh masyarakat sekitar gunung Galunggung sebagai kiamat, sebenarnya adalah awal kehidupan bagi mereka. Bahkan, bisa dibilang awal kehidupan yang lebih baik. Sebab melalui bencana itu rupanya Tuhan menganugerahi mereka “surga”.
            Galunggung bisa disebut sebagai “surga” bagi masyarakat sekitar. Surga itu adalah tanah yang subur dan melimpahnya bahan bangunan seperti pasir dan bebatuan. Kebanyakan warga yang hidup dalam kemiskinan, bahkan ada yang memilih merantau kini berbalik 180°. Bagi masyarakat usaha pasir galunggung memicu tumbuhnya usaha mandiri seperti pembuatan batako, gorong-gorong serta conblok di Tasikmalaya dan sekitarnya. Sejak penambangan pada 1984 hingga sekarang aktivitas itu tetap langgeng dengan produksi yang kian meningkat dari tahun ke tahun.
            Penambangan pasir tersebut juga ditekankan dengan masalah keseimbangan lingkungannya, artinya kelestarian lingkungan terabaikan dan bekas galian pasir tidak direklamasi. Selain itu dampak limbah penambangan pasir juga membuat peternak ikan merugi, lahan pertanian banyak yang rusak, dan terjadinya pendangkalan akibat lumpur penambangan pasir. Dampak lainnya adalah kerusakan infrastruktur jalan akibat truk-truk pembawa pasir.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Pasir galunggung merupakan material vulkanik yang bernilai ekonomi, dan sering dimanfaatkan untuk pembangunan, bahan pembuatan jalan tol, jembatan dan lain-lain. Ini memberikan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitar. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan galian industry ini memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian setempat, tetapi eksploitasi terhadap pasir galunggung yang berlebihan sudah tentu menimbulkan ketidakseimbangan alam dan apabila dilakukan secara terus menerus akan menjadi masalah yang besar.
B.     Saran
Seharusnya para penambang atau pengusaha melakukan reklamasi di bekas galian pasir berupa penanaman tanaman yang bisa mencegah erosi yang diakibatkan penggalian tambang. Selain itu para pengusaha juga ikut berpartisipasi dalam melakukan perbaikan jalan dan membangun jalan baru. Pemerintah juga harus membangun pengertian dan kesadaran bersama agar para pengusaha tersebut membangun bak-bak atau kolam penampungan air sebelum air tersebut dialirkan ke selokan. Pemerintah juga harus mengambil tindakan tegas dengan membuat aturan bagi pengusaha untuk tidak mengangkut pasir melebihi tonase.

DAFTAR PUSTAKA

Sukandarrumidi.2009.Bahan Galian Industri.Gadjah Mada University:Yogyakarta

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gunung Galunggung dilihat dari daerah Sukaratu

Bukit akibat pengerukan


Bukit bolong-bolong akibat pengerukan sembarang

Kegiatan memecah batu

Selokan yang kering akibat daerah serapan yang tidak berfungsi

Bukit yang dikeruk secara maksimal

Bukit yang digali

Proses penggalian pasir

Kolam warga yang kekeringan karena sumber resapan air tidak ada

Truk pengangkut pasir yang berlalu-lalang


Hasil distribusi bebatuan yang akan diproses menjadi kerikil

Proses penggilingan batu menjadi kerikil

Semoga Bermanfaat ^.^
Jika ingin copy tulisan ini, silahkan comment.

Minggu, 26 Juni 2011

Pembukaan Blog Baru.

Assalamualaikum
Saya membuat blog ini untuk berbagi informasi dan untuk keperluan pembelajaran. Mudah-mudahan dengan hadirnya blog saya bisa membantu para pengguna informasi khususnya yang berkaitan dengan geografi. Terimakasih.